Selasa, 31 Agustus 2010

When I Worship the Gods and Goddesses



Entah kenapa, setelah sembahyang kepada Dewata, hatiku merasa tenang. Ketika aku memberikan persembahan sesajian, mengucurkan air, menyalakan dupa dan lilin, menyanyikan hymne pujian, mengucap syukur, meminta pertolongan, aku merasa dekat sekali dengan Mereka. Kadang kulitku merinding, kadang rohku terasa disentuh. Yang jelas, ketika aku beribadah, aku merasa Mereka ada dan sedang menjaga. Aku merasa dilindungi. Seperti ada yang mendengarkan isi hatiku.

Setelah sembahyang, aku meditasi atau berdiam diri sambil merefleksikan tentang Dewata dan Kosmos. Tentang kehidupan. Entah mengapa, rasanya berbeda ketika aku sedang berpikir sebagai proses rasional profan dan ketika berdiam diri itu. Ketika di saat profan, aku merasakan gejolak eksistensiku, ambisi-ambisiku, keinginanku, ketidaksetujuanku, emosiku. Tapi di saat renungan sembahyang, aku merasa ambisi-ambisi itu hilang, ego dan nafsu itu seperti ayunan air yang sangat tenang di danau yang sepi. Aku tidak merasa khawatir atau takut lagi, karena hatiku merasa tenang, bioritme-ku menjadi lurus dan tidak lagi fluktuatif.

Sebab itulah aku tak mengerti kenapa ada orang-orang yang mengaku rajin beribadah tapi amarah mereka sering meledak-ledak, melakukan kekerasan kepada orang lain, arogan, tidak mau mengalah, tidak punya sopan-santun, sering iri hati. Aku ingin tahu apakah yang mereka rasakan ketika beribadah? Apakah mereka berserah diri dalam sembahyang mereka? Atau apakah mereka hanya menggunakan ibadah sebagai kendaraan ego untuk memenuhi ambisi-ambisi mereka?

 Aku memahami mengapa Dewata yang mengejawantah di Alam Semesta baru bisa dicerap ketika aku berserah diri dan menyatakan kekagumanku kepada Mereka. Bahkan satu ucapan syukur yang tulus dari dalam hati rasanya indah sekali ketika diutarakan. Berbeda rasanya dengan ucapan biasa sehari-hari kepada sesama manusia.

Ketika mengucap syukur, rasanya lega, beban menjadi terangkat, ruang yang penuh dikosongkan, dan diisi dengan keyakinan baru. Bahwa dunia ini masih ada, Alam Semesta ini masih sustainable, bahwa aku sebagai manusia perlu mengingat siapa diriku. Bahwa Mereka yang Abadi (Athanatoi) akan terus ada selamanya, tidak akan mati seperti manusia meninggalkan tubuh fisiknya. Dewata, Mereka yang Abadi, The Immortals adalah Alam Semesta itu sendiri beserta tanda-tandanya.

Setelah memuja dan mengucap syukur pada Mereka yang Abadi, aku merasa tenggelam di dalam perenungan Kosmos, apalagi ketika sambil mendengarkan musik dan kumpulan hymne (hymnodia) Yunani Kuno yang ada di MP3-ku. Segenap makhluk Ilahi, yaitu Dewa-Dewi Olympos, dewa-dewi rendahan, dewata dunia bawah (khthonioi), para roh penjaga alam, roh yang baik (agathos daimon), para dewata yang diangkat (apotheoi), serta para leluhur, terasa sedang mendengarkan aku. Aku tidak sendiri. Aku diam, tapi Mereka semarak.

Ketika aku angkat doa permintaan setelah memberikan syukur, aku berserah diri, memasrahkan segalanya kepada Mereka. Doa permintaanku yang singkat satu paragraf merupakan kombinasi dari mitologi, terutama intinya yang berasal dari doa Ankhises, pangeran dari Dardania yang membuat Dewi Aphrodite jatuh cinta dan memberikan anak manusia setengah dewa bernama Aeneas. Kelak Aeneas, pemuda tampan yang mewarisi keindahan Ibunya, membela Troya ketika diserang Yunani.

Ketika Ankhises baru mengetahui bahwa dirinya telah bersetubuh dengan Dewi Aphrodite, dia langsung memalingkan muka karena takut. Sinar sang Dewi yang cahayanya seperti matahari menyilaukan, membuat Ankhises meminta ampun agar jangan dikenai murka. Tapi, sebelum mengetahui bahwa perempuan itu adalah Dewi Aphrodite, Ankhises tetap memujiNya karena rasa takjub melihat keindahan.
Ankhises dengan tulus berjanji akan membuatkan altar dan memberikan persembahan berlimpah di setiap musim jika memang perempuan di hadapannya adalah makhluk Ilahi. Dia sempat bertanya apakah perempuan (lady) tersebut adalah Artemis, Leto, Aphrodite, Themis, Athena, atau salah satu dari Tiga Dewi Keanggunan (The Three Graces), atau peri gunung (nymphe). Sebaliknya, Ankhises memohon umur yang panjang (hidup lama untuk melihat cahaya matahari), mendapatkan keturunan yang kuat, dan menjadi yang terbaik di antara sesamanya. Doa itu terdapat dalam Hymne untuk Aphrodite karangan penyair Homerus.

Dalam kepercayaan Ethnikos Hellenismos, konsep pemujaannya berada di seputar memberikan dan mendapatkan. Konsep anugerah (hadiah/gift) yang saling resiprokal antara Dewata dan manusia menjadi inti dari kepercayaan ini. Beginilah terangkum dalam doa persembahan dan permintaanku ketika sembahyang:

Wahai Kalian yang Abadi,
Hari ini aku mempersembahkan air jernih,(atau anggur, madu, susu, apapun)
buah-buahan hasil bumi, (atau apapun yang bisa diberikan secara tulus)
dupa yang wangi dan hymne puja-puji,
Sebagai sesajian untuk Kalian.”

Aku mohon kepada Kalian: Jagailah dan sokonglah aku,
Bantulah aku dengan ramah dalam usaha-usahaku,
Biarkan aku hidup lama dan bahagia melihat cahaya matahari.
Dan di saat aku mencapai umur tuaku,
Aku menjadi orang yang unggul di antara sesama manusia,
Karena melalui Kalian-lah, aku menerima berkat-berkatku dalam hidup.

Dengan doa sederhana itu, aku merasakan bahwa para dewa dan dewi serta segenap makhluk Ilahi (divine) lainnya menerima niat baik seorang manusia. Aku memahami betapa maksud sembahyang sangatlah sederhana, yaitu mengucap syukur, berserah diri, dan mengutarakan niat baik.

Seperti di dalam ibadah Ethnikos Hellenismos ini, aku berada dalam perjamuan pesta. Aku mengundang Dewata dalam pesta untuk memuji Mereka. Seperti halnya seorang penjamu pesta, dia mengutarakan niat baiknya kepada para tamu. Persembahan yang diberikan adalah seperti layaknya penjamu pesta memberikan jamuan atau sesajian kepada tamu-tamunya. Para tamu tersebut dijamu karena telah memberikan hal-hal baik (anugerah) kepada si penjamu. Jadi, aku sebagai penjamu mengucapkan syukur atau terima kasih kepada tamu-tamu. Dalam bahasa Yunani, terima kasih adalah “eukharisto”/ “efkharisto” . Pesta perjamuan itu oleh karenanya disebut “eukharisti”.

Setelah orang Yunani convert dari politheis menjadi Kristen kira-kira pada 313 Masehi, konsep perjamuan pesta itu masuk dalam kepercayaan Kristen. Sampai sekarang, ibadah misa Katolik dikenal dengan istilah “ekaristi” atau perjamuan kudus.

Semoga catatan singkat ini bisa membantu pembaca untuk mengenal wajah kepercayaan Ethnikos Hellenismos, terutama mengenai spirit dari bentuk ibadahnya. Semoga ritual ini tidak menjadi sekadar ritual tanpa makna dan rutinitas belaka. Khairete, efkharisto poly (Salam, terima kasih banyak).

31 August 2010
Kharis Androgynou (Xaris Gynandro)

Sumber foto: www.ysee.gr (Festival Thargelia 2010)

Minggu, 04 Juli 2010

Dancing Nymphs


I hear the footsteps
of the Nymphs
upon the grass—
greener this afternoon.

They nurse the trees
which shade me
from the bright
and shiny Helios.

The Nymphs are dancing around
with butterflies up and down.
One of them works her feet
happily, with the west wind
smoothly playing with her flowery hair,
beautifully garlanded.

She takes my hands
to make me catch up
with the Nature’s tune
until Night comes and
lays me down under the Moon
and Stars, sleeping tight.

Sunday, 4th July 2010 

Picture source: Dancing Nymphs, detail from "Parnassus" by Andrea Mantegna (1495-1497)
http://www.greek-gods.info/ancient-greek-gods/nymphs/nymphs-pictures.php

Jumat, 09 April 2010

Ares


Penguasa medan tempur
Bersuka atas manusia gugur
Bersimbah darah, merah,
Tubuh yang pecah.

Brutal, kau bersuka dalam luka
Tebasan pedang, tusukan tombak, koyak
Jeritan benci, amarah senandungmu.

Phobos sang ketakutan
Deimos sang kepanikan
Adalah anak-anakmu.

Kau sebarkan api di kota, hancur-leburkan peradaban
Kau jarah desa-desa, murka, keluarga terceraiberaikan
Maut yang kau bawa, bau anyir kematian.

Wahai, Dewa Perang dari Thrakea
Ingatlah Aphrodite sang Dewi Cinta
Hanya di ranjangnya
Kau rela redakan angkara.

Pasrah, rebah, menyerah,
Kekasih sejatimu, dialah
Dari kau dan dia, lahirlah Harmonia,
Keselarasan,
Sehingga Kosmos terjaga dalam kedamaian.

Berikan sedikit keberanianmu, Ares,
Berikan sedikit rasa sakit,
Agar kupahami harga sebuah perjuangan
Menuju keutamaan.


9 April 2010